Arsip Tag: opini

Pidato Habibie di Peringatan Hari Lahir Pancasila 2011

Di situs Detik.com sampai saya copas tulisan ini sudah 228 komentar positif, ada yang kagum, terharu, turut prihatin. Para detikkers yang biasanya lebih mengumpat ternyata bisa melontarkan komentar yang menyejukkan. Salah satunnya dari Rido “Habibie ku sayang, Habibieku malang” 🙂

Ini naskah lengkapnya:

Jakarta-Detik.com – Mantan Presiden BJ Habibie mengungkapan secara tepat analisanya mengenai penyebab nilai-nilai Pancasila yang seolah-olah diabaikan pasca era reformasi. Tak heran bila pidato yang disampaikannya secara berapi-api itu memukau para hadirin puncak peringatan Hari Lahir Pancasila.

Acara itu dihadiri oleh Presiden Kelima Megawati dan Presiden SBY. Mereka berpidato bergiliran. Berikut ini teks pidato lengkap Habibie yang disampaikan dalam acara yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/6/2011).

Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.
Hari ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikan pandangannya tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.
Baca lebih lanjut

Facebook ooh facebook

Hari Jum’at sore saya dikejutkan dengan berita di media online mengenai terjadinya penculikkan siswi SMP oleh teman vitualnya (baca facebook). Pemberitaan
mengenai kasus itu terus dilansir berbagai media hingga pelaku penculikan beserta korban berhasil ditemukan.
Modus kejahatan kategori internet predator atau lebih spesifiknya lagi facebook predator memang sudah lama mejadi keprihatinan yang cukup mendalam buat saya sebagai pendidik. Baca lebih lanjut

Dan seruan “Merdeka…!!” itu terdengan semakin lirih

17 Agustus 2009 ini untuk ke 64 kalinya sang Merah-Putih dikibarkan di halaman rumah kita. Di lapangan Upacara sekolah seremoni 64 tahun kemerdakaan Republik Indonesia diperingati. Kegiatan berbagai lomba di setiap lingkungan berlangsung dengan meriah.

Sebuah pertanyaan klasik muncul dibenak kita, “Apa makna hari ini?”, Jika kita bisa masuk dan menyelam ke dalam hati para eks veteran pejuang, barangkali kita bisa melihat gambaran situasi 64 tahun lalu. Beberapa potret hitam-putih Indonesia saat menjelang proklamasi dikumandangkan. Baca lebih lanjut

Laugh and Cry, live and die as blogger

Blog, sebuah frase yang awalnya begitu asing buat saya. Padahal sebagai computer freak, setiap ada trend atau fitur baru internet hampir semua saya lalap. Jarang sekali yang terlewat pemantauan saya. Mulai dari email, milis, BBS, portal, ftp, archie, mirc, torrent, ym, newgroup, limewire, FS dan lainnya. Semua mampir kepermukaan monitor saya dan sedikit banyak sempat mencicipi.

Harus saya akui dalam hal bloging, saya ketinggalan kereta. Padahal semenjak tahun 1995 an saya luntang-lantung di dunia maya, fitur semacam blog lah yang paling saya impi-impikan. Baca lebih lanjut

Terorisme, indikasi kegagalan sistem pendidikan kita

Ledakan di Ritz Carlton Hotel (sumber: Detik.com)

Ledakan di Ritz Carlton Hotel (sumber: Detik.com)

Ketika bom itu meledak di hotel Ritz Carltol dan beberapa tempat lain di Jakarta dengan menelan korban belasan orang, tudingan langsung mengarah ke kelompok Jaringan terorisme yang baru-baru ini diburu pemerintah. Berbagai analisapun mulai bermunculan di berbagai media.

Berita hangat lainnya adalah kematian siswa SMA Surabaya akibat kekerasan fisik dalam pelaksanaan orientasi siswa. Barangkali ada benang merah yang bisa kita hubungkan dari kedua peristiwa di atas.

Kita ketahui bersama, para teroris asal indonesia itu pernah menjadi siswa dengan prestasi tinggi di sekolahnya. Artinya rata-rata mereka adalah produk pendidikan unggul yang memiliki kemampuan intelktual di atas rata-rata. Akan tetapi dengan kelebihan itu, mengapa mereka masih bisa terjerumus ke dalam kelompok radikal meski sering atas dasar pembenaran agama terprovokasi dan bukan tidak mungkin dieksploitasi untuk mengekspresikan kemarahannya dengan menyebar teror. Baca lebih lanjut

Dari Prancis ke Mekah melalui jalur darat

Apasih serunya naik haji itu?, film orang naik haji apalagi, nggak seru banget, apa dah keabisan ide. Tapi sumpah, film di RCTI semalem keren banget. Sayang sakali lagi nggak nonton dari awal. Iya, saya pernah nonton sebelumnya waktu itu pas habis Idul Adha lagi, selesai film pas tetangga sampe rumah dari perjalan haji (jam 3 pagi).

Iseng ngukur jarak dari Prancis ke Mekah ternyata sekitar 5 ribu km di situs http://www.wikipedia.org , kurang lebih hampir sama dari Sabang sampe Merauke

Baca lebih lanjut

Metode Ceramah: Why Not…?

Dunia pendidikan berkembang, strategi, metode, paradigma baru bermunculan, ketika saya menuntut ilmu, wacana hangat yang sering diperbincangkan adalah betapa tidak efektifnya metode ceramah.

Saat ini pun pro kontra masalah ini masih sering kita dengar. Setelah lama merenung, muncul gagasan dibenak saya bahwa ke depan mungkin metode mengajar paling konvensional ini bisa menjadi alternatif yang tetap diperlukan dalam proses pembelajaran. Baca lebih lanjut

Bagaimana seharusnya pendidikan itu.

Membahas isu pendidikan, setiap orang punya versi idealnya masing-masing. Para pakar dan praktisi lebih-lebih lagi, ada kriteria, filosofi, prinsip, tujuan, metode, strategi, pendekatan, etika, dasar ideologis, historis de el el untuk pendidikan.

Saat ini saya hanya ingin menulis pendidikan versi saya. Hasil renungan, brainstorming dan temuan-temuan lain dari hari ke hari. Jadi kalau ada yang tidak sependapat wajar aja, karena ini hanya penilaian pribadi

1. Pendidikan seharusnya menyenangkan.

Sulit dibayangkan penginstitusian pendidikan mengarah pada sebuah metode penyiksaan bagi anak didik, maupun pendidik.

Meski proses pembelajaran dituntut untuk mencapai target-target tertentu, kita tidak boleh terjebak dalam lingkaran kecil dan mengorbankan waktu perkembangan anak yang begitu berharga dengan pressure-pressure yang justru menjadikan masa belajar menjadi momen-momen menyakitkan yang tumbuh menjadi kenangan pahit untuk diingat saat mereka dewasa.

2. Pendidikan seharusnya lebih mementingkan sikap positif

Diantara Tiga aspek pendidikan, penanaman sikap dan nilai-nilai seharusnya lebih diutamakan. IMHO keterampilan dan pengetahuan hanya bisa dicapai secara optimal dengan sikap positif. Sikap rendah hati tidak merasa paling pintar mendorong setiap oprang mawas diri akan sesuatu yang perlu diperbaiki. Sikap saling suka suka menolong bisa membangun sebuah lingkungan yang sangat kondusif untuk belajar. sikap sopan bisa menciptakan iklim yang baik untuk proses pembelajaran. Sikap obyektif akan kekurangan mendorong orang menyadari bahwa ia harus berupaya lebih keras dari yang lainnya.

Yang saya lihat, sikap, perilaku, penghargaan akan nilai-nilai etika, moral pada institusi pendidikan kita memiliki kecenderungan (tren) menurun pada setiap tahun yang dilaluinya.

Saya masih ingat para siswa kelas 9 yang saya ajar saat mereka baru masuk sekolah 3 tahun lalu. Begitu lucu, sopan, dan setiap mereka memasuki pintu gerbang sekolah, terpancar keceriaan, dan harapan dari wajah meeka (The age of innocent??).

Dengan berjalannya waktu dan berganti tahun para terlihat adanya gejala pergeseran sikap dari para guru dalam menilai perilaku mereka, dari awalnya selalu siap menyambut dengan senyum, menjadi sikap curiga. “abis ngapain nih anak??”, atau “mo ngapain nih nanti di kelas??”

Sebuah situasi pembelajaran yang sangat sangat tidak kodusif, rasa curiga dari guru mendorong berkembangnya kebiasaan mencari alasan (guru lebih sering melihatnya terbalik). Padahal kepercayaan, rendahnya tekanan-tekanan merupakan prasyarat mutlak keberhasilan proses pendidikan.

3. Pendidikan seharusnya murah di mata sumber ilmu, mahal dimata pencari ilmu.

Kita berhutang banyak pada para ilmuwan, apa yang kita kuasai tidak pernah murni dari pemikiran, penelitian mandiri. peradaban dibangun dari proses regenerasi pengetahuan. Hal yang tebaik untuk membayarnya adalah dengan menyebarkan pada semua orang yang mau belajar tanpa terkecuali, tanpa dihalangi keterbatasan usia, kemampuan finansial dll.

Disisi lain pengetahuan adalah aset strategis setiap individu, Kita sadari kekayaan merupakan aset yang menjadi beban pemiliknya. Penampilan fisik juga penting, tapi tidak akan bertahan lama. Pengetahuan merupakan aset pribadi yang harus diupayakan meski tentu perlu pengorbanan, baik waktu, uang, dsb.

Pada masa keemasan Islam, para Imam belajar dengan mengunjungi tempat-tempat yang jauh belajar dari puluhan bahkan ratusan guru selama puluhan tahun dan mengorbankan banyak hal seperti hidup sangat sederhana bahkan kesehatan.

4. Institusi pendidikan seharusnya berusaha menjadi pusat transformasi sekaligus pemeliharaan nilai, sikap, pengetahuan dll.

Saat ini berkembang polemik masih dibutuhkan atau tidaknya pendidikan ter-institusi. IMHO, sekolah tetep harus ada. Meski sumber-sumber informasi, alternatif pengganti sekolah semakin luas. Sekolah tetap punya peran penting dalam menjaga tatanan sosial, budaya, moral dan agama yang baik.

Oleh karena itu sekolah harus memiliki standar nilai yang lebih tinggi dari lingkungan disekitarnya. Harus ada filter yang memastikan sekolah senantiasa steril dari penyakit-penyakit sosial yang mungkin berjangkit diluar. Dalam situasi inilah anak didik belajar membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, sehingga lahir generasi yang memiliki standar moral etik, logik, estitik tinggi dan siap mengambil peran dalam dunia real.

Bagaimana situasi dan kondisi institusi pendidikan kita saat ini?, nilai aja deh sendiri ….

Teach to learn, learn to share and share to make live better

Belajar adalah sebuah tindakan sadar ke arah pembaharuan sikap, pengetahuan, keterampilan. Kemampuan belajar memang berkaitan dengan kecerdasan. Tapi tentu itu bukan segalanya. Menurut Ali RA, belajar itu membutuhkan tiga hal : Ketekunan, waktu yang lama dan pengorbanan yang besar.

Terus terang saya bersyukur sering menemui orang-orang yang punya punya filosofi belajar yang menurut saya patut diteladani.

Ketika mengajar di lembaga pendidikan non formal (kursus komputer), beberapa siswa saya orang tua yang sudah pensiun atau pejabat yang punya banyak anak buah. ketika saya tanya kenapa masih mau belajar komputer? Jawabannya rata-rata mereka tidak mau tergantung pada orang lain (anak, bawahan). Baca lebih lanjut

Ekspresi dan komunikasi

Saya tergerak mengupas masalah ini ketika menyaksikan aksi-aksi bom bunuh diri yang begitu sering di berbagai negara yang disiarkan media-media masa. Sulit membayangkan apa motivasi mereka melakukan itu, satu hal yang pasti adalah adanya rasa marah. Marah memang sering berbuntut ekspresi fisik yang merugikan bukan hanya terhadap subyek penyebab kemarahan melainkan juga pada pihak lain yang tidak terlibat. Baca lebih lanjut