Namanya Sarbini Sarif

Dimulai pada hari selasa (3/5), sore itu HP saya berdering dan nama seorang kawan yang pernah satu pekerjaan (di UKKP Dikti) muncul di LCD HP ku. “Wan, Sarbini meninggal”,  terangnya.

Terkejut tentu, dan ucapan “innalillahi wa’inna lirroji’un” pun meluncur secara spontan. Percakapan dilanjutkan dengan ajakan melayat bersama. Saya segera menghubungi seorang teman lagi untuk memberitahu berita duka ini.

Selesai mengajar saya mulai membereskan semua peralatan dan keluar ruangan menuju lokasi parkir sekolah, lalu menghidupkan motor dan segera meluncur ke tempat pertemuan yang disepakati.

Sempai di posisi pertemuan, tiga orang teman telah menuggu dan kami segera berangkat menuju rumah kontrakan Almarhum yang baru dihuni 4 hari.

Tidak banyak yang ingin saya ceritakan mengenai peristiwa-selanjutnya selain rasa turut berduka atas istri dan 3 anak perempuan kecil yang ditinggalkannya.

Ada beberapa kenangan masa lalu yang berkelebat ketika kami sama-sama masih satu pekerjaan. Sosok pribadi unik dan periang yang selalu bisa membuat suasana menjadi meriah. Salah satu hal yang  saya ingat adalah ketika ia berhasil menyelesaikan kuliah D3 IT, kebetulan saya diberi kehormatan untuk menemani dia ke prosesi wisudanya.

Hal yang menarik yang saya ingat waktu itu, ternyata ia di wisuda di Gedung Sarbini Jakarta, “Hebat bin, wisuda aja make gedung loe sendiri”, itulah kelakarku saat mengatahui kesamaan nama dan gedung tempat ia diwisuda.

Hal lain yang membuat hubungan saya dengan putra Bojong Gede ini spesial adalah sebuah kebetulan karena istrinya (waktu itu baru calon), bersekolah ditempat ayah saya mengajar (SMA YPPD).

Setelah mereka menikahpun mereka sering bersilaturahmi ke rumah Ayah saya terutama setelah hari raya Iedul Fitri.

Banyak yang ingin saya tulis mengenai kepergian teman kami ini. Namun di atas semua itu saya hanya bisa mengenang Sarbini Sarif sebagai seorang ayah dan suami yang sangat menyangi keluarganya.

Sebuah cobaan besar bagi keluarga yang ditinggalkannya, Seorang anak yang dibesarkan tanpa ayah harus membesarkan anak tanpa tanpa pendamping.

Mudah-mudahan Allah memberikan tempat yang baik disisiNya, dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi diberi ketabahan kemuliaan dariNya

Depok, 5 Februari 2009.

nb: judul di atas sayapilih karena secara kebetulan dua hari sebelum kepergiannya saya iseng googling mencari informasi terakhir tentang dia, dan ternyata tidak berhasil menemukan jejaknya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s